SOAP ASKEB PATOLOGI : Asuhan Kebidanan pada Ibu Hamil dengan Letak Lintang

 

Tanggal : 1 Juni 2015
Tempat : Poli Kebidanan RSUDZA

Subjective       : Ibu khairani (38 tahun) datang ke Poli Kebidanan RSUDZA bersama suaminya untuk memeriksakan kehamilannya. Ibu mengatakan bahwa ini adalah kehamilannya yang ketiga dan ibu belum perah mengalami keguguran sebelumnya. Ibu mengeluh gerakan janin berkurang dan nyeri perut. Hari pertama haid terakhir ibu adalah tanggal 23 Desember 2014

Objective         :

1.Keadaan umum : baik

2. TTP : 30 September 2015

3. TTV

  • Tekanan darah : 100/70 mmhg
  • Nadi : 83 x/m
  • Pernafasan : 19 x/m
  • Temperatur : 36,8oC

4. Berat badan : 74 kg

5. Palpasi

  • Leopold 1 : 21 cm
  • Leopold 2 : punggung kanan : bokong (bulat, lunak, tidak melenting)

punggung kiri : kepala (keras, bulat, melenting)

  • Leopold 3 : –
  • Leopold 4 : –

6. DJJ : 143 x/m

7. Hasil USG

  • BPD : 81,9
  • AC : 230
  • FL : 55,6
  • ICA : 9
  • Placenta : corpus
  • TBJ : 1485

 

Assesment        : G1P0A0 usia kehamilan 22-23 minggu dengan letak lintang.

Keadaan umum ibu dan janin baik

Planning :

  1. Memberitahukan hasil pemeriksaan kepada ibu bahwa kehamilan ibu mengalami letak lintang
  2. Memberikan motivasi dan semangat kepada ibu untuk melakukan beberapa usaha untuk membuat letak janinnya normal, meskipun kemungkinan berhasilnya kurang dari 6%
  3. Menganjurkan ibu untuk melakukan posisi bersujud (knee chest position) dengan posisi perut seakan-akan menggantung ke bawah, cara ini dilakukan setiap hari sebanyak 2 kali, misal pagi dan sore, masing-masing 10 menit
  4. Menganjurkan ibu untuk mengonsumsi makanan yang bergizi serta banyak mengonsumsi buah dan sayuran
  5. Menganjurkan kepada ibu untuk beristirahat yang cukup, yaitu 2 jam pada siang hari dan 8 jam pada malam hari
  6. Menganjurkan ibu untuk banyak emngonsumsi air putih, yaitu minimal 8 gelas per hari
  7. Memberitahu ibu tanda-tanda bahaya dalam kehamilan
  8. Menganjurkan ibu untuk melakukan persiapan persalinan serta persiapan jika timbul komplikasi
  9. Menganjurkan ibu untu melakukan kunjungan ulang 2 minggu lagi atau jika ada keluahan
  10. Ibu mengerti dan bersedia melakukan anjuran yang diberikan
  11. Melakukan pendokumentasian hasil tindakan

 

MAKALAH PERUBAHAN PSIKOLOGI PADA MASA NIFAS

BAB I
PENDAHULUAN

  1. LATAR BELAKANG

Masa nifas adalah masa setelah kelahiran plasenta dan berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil yang berlangsung selama kira-kira 6 minggu. Dalam masa nifas ada adaptasi psikologis yang  terjadi pada ibu  seperti pergantian peran seorang wanita menjadi seorang ibu.

 Kondisi psikologis yang tidak nyaman pada perempuan pasca persalinan disebut depresi postpartum seperti sedih, menangis, cepat tersinggung, dan cemas. Gejala ini akan muncul setelah persalinan bahkan dapat berkembang menjadi lebih berat. Hal tersebut merupakan penyakit yang  sangat serius dan semua gejala depresi postaprtum dialami oleh mereka yang menderita postpartum psikoksis serta bisa sampai melukai diri sendiri, bahkan membunuh anak-anaknya. Untuk itu, orang tua perlu mempunyai keterampilan  dalam merawat bayi mereka, yang meliputi kegiatan-kegiatan pengasuhan, mengamati tanda-tanda komunikasi yang diberikan bayi untuk memenuhi kebutuhannya serta bereaksi secara cepat dan tepat terhadap tanda-tanda bahaya dari depresi post partum.

Wanita yang kurang mendapatkan dukungan sosial tentunya akan lebih mudah merasa dirinya tidak berharga dan kurang diperhatikan oleh keluarga, sehingga wanita yang kurang mendapatkan dukungan sosial pada masa postpartum lebih mudah mengalami depresi.

Bagi keluarga terutama suami dan lingkungan sekitarnya, hasil penelitian menunjukkan dukungan sosial berkategori sangat tinggi sehingga perlu dipertahankan pada masa yang akan datang karena dukungan sosial yang tinggi telah menekan angka depresi postpartum pada ibu primipara.

Faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi kecenderungan depresi postpartum pada ibu primipara antara lain: faktor konstitusional, faktor fisik, faktor psikologis ataupun faktor psikososial lainnya

  1. TUJUAN
  • Tujuan Umum

Agar mahasiswa mengetahui tentang perubahan psikologis pada masa nifas dan memahami masa transisi ibu nifas

  • Tujuan Khusus
  • Agar mahasiswa mengetahui perubahan yang terjadi pada masa nifas
  • Agar mahasiswa memahami masa transisi pada ibu nifas
  • Agar mahasiswa mampu menjelaskan perubahan yang terjadi di masa nifas

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI

Masa nifas (Puerperium) dimulai setelah kelahiran plasenta dan berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil yang berlangsung selama kira-kira 6 minggu, atau masa nifas adalah masa yang dimulai dari beberapa jam setelah lahir plasenta sampai 6 minggu berikutnya.

Periode masa nifas merupakan waktu d mana ibu mengalami stres pascapersalinan, terutama pada ibu primipara.

B. TANDA DAN GEJALA

Tanda dan gejala yang mungkin diperlihatkan pada penderita depresi postpartum adalah sebagai berikut

  1. Perasaan kecewa dan sedih
  2. Sering menangis
  3. Merasa gelisah dan cemas
  4. Kehilangan ketertarikan terhadap hal-hal yang menyenangkan
  5. Nafsu makan menurun
  6. Kehilangan energi dan motivasi untuk melakukan sesuatu
  7. Tidak bisa tidur (insomnia)
  8. Perasaan bersalah dan putus harapan (hopeles)
  9. Penurunan atau peningkatan berat badan yang tidak dapat

                dijelaskan

  1. Memperlihatkan penurunan keinginan untuk mengurus bayinya

Walaupun banyak wanita mengalami depresi postpartum segera setelah melahirkan, namun beberapa wanita tidak merasakan tanda depresi sampai beberapa minggu atau beberapa bulan kemudian. Depresi dapat saja terjadi dalam kurun waktu enak bulan berikutnya. Depresi postpartum mungkin saja berkembang menjadi postpartum psikosis, walaupun jarang terjadi. Hal tersebut merupakan penyakit yang  sangat serius dan semua gejala depresi postaprtum dialami oleh mereka yang menderita postpartum psikoksis serta bisa sampai melukai diri sendiri, bahkan membunuh anak-anaknya.

C. KONSEP DASAR PERUBAHAN PSIKOLOGI PADA MASA NIFAS

  1. Perubahan Peran

Terjadinya perubahan peran, yaitu menjadi orang tua setelah kelahiran anak. Sebenarnya suami dan istri sudah mengalami perubahan peran mereka sejak masa kehamilan. Perubahan peran ini semakin meningkat setelah kelahiran anak.

Contoh, bentuk perawatan dan asuhan sudah mulai diberikan oleh si ibu kepada bayinya saat masih berada dalam kandungan adalah dengan cara memelihara kesehatannya selama masih hamil, memperhatikan makanan dengan gizi yang baik, cukup istirahat, berolah raga, dan sebagainya.

Selanjutnya, dalam periode postpartum atau masa nifas muncul tugas dan tanggung jawab baru, disertai dengan perubahan-perubahan perilaku. Perubahan tingkah laku ini akan terus berkembang dan selalu mengalami perubahan sejalan dengan perkembangan waktu cenderung mengikuti suatu arah yang bisa diramalkan.

Pada awalnya, orang tua belajar mengenal bayinya dan sebaliknya bayi belajar mengenal orang tuanya lewat suara, bau badan dan sebagainya. Orang tua juga belajar mengenal kebutuhan-kebutuhan bayinya akan kasih sayang, perhatian, makanan, sosialisasi dan perlindungan.

Periode berikutnya adalah proses menyatunya bayi dengan keluarga sebagai satu kesatuan/unit keluarga. Masa konsolidasi ini menyangkut peran negosiasi (suami-istri, ayah-ibu, orang tua-anak, anak dan anak).

  1. Peran menjadi Orangtua setelah Melahirkan

Selama periode postpartum, tugas dan tanggung jawab baru muncul dan kebiasaan lama perlu diubah atau ditambah dengan yang baru. Ibu dan ayah, orang tua harus mengenali hubungan mereka dengan bayinya. Bayi perlu perlindungan, perawatan dan sosialisasi. Periode ini ditandai oleh masa pembelajaran yang intensif dan tuntutan untuk mengasuh. Lama periode ini bervariasi, tetapi biasanya berlangsung selama kira-kira empat minggu.

Periode berikutnya mencerminkan satu waktu untuk bersama-sama membangun kesatuan keluarga. Periode waktu meliputi peran negosiasi (suami-istri, ibu-ayah, saudara-saudara) orang tua mendemonstrasikan kompetensi yang semakin tinggi dalam menjalankan aktivitas merawat bayi dan menjadi lebih sensitif terhadap makna perilaku bayi. Periode berlangsung kira-kira selama 2 bulan.

  1. Tugas dan Tanggung Jawab Orangtua

Tugas pertama orang tua adalah mencoba menerima keadaan bila anak yang dilahirkan tidak sesuai dengan yang diharapkan. Karena dampak dari kekecewaan ini dapat mempengaruhi proses pengasuhan anak.

Walaupun kebutuhan fisik terpenuhi, tetapi kekecewaan tersebut akan menyebabkan orang tua kurang melibatkan diri secara penuh dan utuh. Bila perasaan kecewa tersebut tidak segera diatasi, akan membutuhkan waktu yang lama untuk dapat menerima kehadiran anak yang tidak sesuai dengan harapan tersebut.

Orang tua perlu memiliki keterampilan dalam merawat bayi mereka, yang meliputi kegiatan-kegiatan pengasuhan, mengamati tanda-tanda komunikasi yang diberikan bayi untuk memenuhi kebutuhannya serta bereaksi secara cepat dan tepat terhadap tanda-tanda tersebut.

Berikut ini adalah tugas dan tanggung jawab orang tua terhadap bayinya, antara lain:

  • Orang tua harus menerima keadaan anak yang sebenarnya dan tidak terus terbawa dengan khayalan dan impian yang dimilikinya tentang figur anak idealnya. Hal ini berarti orang tua harus menerima penampilan fisik, jenis kelamin, temperamen dan status fisik anaknya.
  • Orang tua harus yakin bahwa bayinya yang baru lahir adalah seorang pdibadi yang terpisah dari diri mereka, artinya seseorang yang memiliki banyak kebutuhan dan memerlukan perawatan.
  • Orang tua harus bisa menguasai cara merawat bayinya. Hal ini termasuk aktivitas merawat bayi, memperhatikan gerakan komunikasi yang dilakukan bayi dalam mengatakan apa yang diperlukan dan member respon yang cepat
  • Orang tua harus menetapkan criteria evaluasi yang baik dan dapat dipakai untuk menilai kesuksesan atau kegagalan hal-hal yang dilakukan pada bayi.
  • Orang tua harus menetapkan suatu tempat bagi bayi baru lahir di dalam keluarga. Baik bayi ini merupakan yang pertama atau yang terakhir, semua anggota keluarga harus menyesuaikan peran mereka dalam menerima kedatangan bayi.

Dalam menunaikan tugas dan tanggung jawabnya, harga diri orang tua akan tumbuh bersama dengan meningkatnya kemampuan merawat/mengasuh bayi. Oleh sebab itu bidan perlu memberikan bimbingan kepada si ibu, bagaimana cara merawat bayinya, untuk membantu mengangkat harga dirinya.

Faktor-faktor yang mempengaruhi suksesnya masa transisi ke masa menjadi orang tua pada masa post partum adalah :

  • Respon dan dukungan dari keluarga dan teman
  • Hubungan dari pengalaman melahirkan terhadap harapan dan aspirasi
  • Pengalaman melahirkan dan membesarkan anak yang lalu
  • Pengaruh budaya

D. MASA ADAPTASI IBU DALAM MASA NIFAS

Ada tiga fase dalam masa adaptasi peran pada masa nifas, antara lain adalah:

  1. Fase dependent
    Pada hari pertama dan kedua setelah melahirkan, ketergantungan ibu sangat menonjol. Pada saat ini ibu mengharapkan segala kebutuhannya dapat dipenuhi oleh orang lain. Rubin (1991) menetapkan periode beberapa hari ini sebagai fase menerima yang disebut dengan taking in phase. Dalam penjelasan klasik Rubin, fase menerima ini berlangsung selama 2 sampai 3 hari.
  • Ia akan mengulang-ulang pengalamannya waktu bersalin dan melahirkan.
  • Pada saat ini, ibu memerlukan istirahat yang cukup agar ibu dapat menjalan masa nifas selanjutnya dengan baik.
  • Membutuhkan nutrisi yang lebih, karena biasanya selera makan ibu menjadi bertambah. Akan tetapi jika ibu kurang makan, bisa mengganggu proses masa nifas.
  1. Fase independent

Pada ibu-ibu yang mendapat perawatan yang memadai pada hari-hari pertama setelah melahirkan, maka pada hari kedua sampai keempat mulai muncul kembali keinginan untuk melakukan berbagai aktivitas sendiri. Di satu sisi ibu masih membutuhkan bantuan orang lain tetapi disisi lain ia ingin melakukan aktivitasnya sendiri. Dengan penuh semangat ia belajar mempraktekkan cara-cara merawat bayi. Rubin (1961) menggambarkan fase ini sebagai fase taking hold.

Pada fase taking hold, ibu berusaha keras untuk menguasai tentang ketrampilan perawatan bayi, misalnya menggendong, menyusui, memandikan dan memasang popok. Pada masa ini ibu agak sensitive dan merasa tidak mahir dalam melakukan hal-hal tsb, cenderung menerima nasihat bidan atau perawat karena ia terbuka untuk menerima

pengetahuan dan kritikan yang bersifat pribadi. Pada tahap ini Bidan penting memperhatikan perubahan yang mungkin terjadi.

Pada beberapa wanita yang sulit menyesuaikan diri dengan perannya, sehingga memerlukan dukungan tambahan. Hal ini dapat ditemukan pada :

  • Orang tua yang baru melahirkan untuk pertama kali dan belum pernah mempunyai pengalaman mengasuh anak
  • Wanita karir
  • Wanita yang tidak mempunyai keluarga atau teman dekat untuk membagi suka dan duka
  • Ibu dengan anak yang sudah remaja
  • Single parent
  1. Fase interdependent

Periode ini biasanya terjadi “after back to home” dan sangat berpengaruh terhadap waktu dan perhatian yang diberikan oleh keluarga. Ibu akan mengambil tanggung jawab terhadap perawatan bayi, ia harus beradaptasi dengan kebutuhan bayi yang sangat tergantung, yang menyebabkan berkurangnya hak ibu, kebebasan dan hubungan sosial.

Pada fase ini, kegiatan-kegiatan yang ada kadang-kadang melibatkan seluruh anggota keluarga, tetapi kadang-kadang juga tidak melibatkan salah satu anggota keluarga. Misalnya, dalam menjalankan perannya, ibu begitu sibuk dengan bayinya sehingga sering menimbulkan kecemburuan atau rasa iri pada diri suami atau anak yang lain.

Pada fase ini harus dimulai fase mandiri (letting go) dimana masing-masing individu mempunyai kebutuhan sendiri-sendiri, namun tetap dapat menjalankan perannya dan masing-masing harus berusaha memperkuat relasi sebagai orang dewasa yang menjadi unit dasar dari sebuah keluarga.

E. MASA TRANSISI PADA IBU MASA NIFAS

Setelah melahirkan, ibu mengalami perubahan fisik dan fisiologis yang juga mengakibatkan adanya beberapa perubahan dari psikisnya. Ia mengalami stimulasi kegembiraan yang luar biasa, menjalani proses ekplorasi dan similasi terhadap bayinya, berada dibawah tekanan untuk dapat menyerap pembelajaran yang diperlukan tentang apa yang harus diketahuinya dan perawatan untuk bayinya, dan merasa tanggung jawab yang luar sekarang untuk menjadi seorang ibu. Tidak mengherankan bila ibu mengalami sedikit perubahan perilaku dan sesekali merasa kerepotan. Masa ini adalah masa retan dan terbuka untuk bimbingan dan pembelajaran.

Reva Rubin membagi periode ini menjadi 3 bagian, antara lain:

a. Periode “Taking In”

  1. Periode ini terjadi 1-2 hari sesudah melahirkan. Ibu baru pada umumnya pasif dan tergantung, perhatiannya tertuju pada kekhawatiran akan tubuhnya.
  2. Ia mungkin akan mengulang-mengulang menceritakan pengalamannya waktu melahirkan.
  3. Tidur tanpa gangguan sangat penting untuk mengurangi gangguan kesehatan akibat kurang istirahat.
  4. Peningkataan nutrisi dibutuhkan untuk mempercepat pemulihan dan penyembuhan luka, serta persiapan proses laktasi aktif.
  5. Dalam memberi asuhan, bidan harus dapat memfasilitasi kebutuhan psikologis ibu. Pada tahan ini, bidan dapat menjadi pendengar yang baik ketika ibu menceritakan pengalamannya. Berikan juga dukungan mental atau apresiasi atas hasil perjuangan ibu sehingga dapat berhasil melahirkan anaknya. Bidan harus dapat menciptakan suasana yang nyaman bagi ibu sehingga ibu dapat dengan leluasa dan terbuka mengemukan permasalahan yang dihadapi pada bidan. Dalam hal ini, sering terjadi kesalahan dalam pelaksanaan perawatan yang dilakukan oleh pasien terhadap dirinya dan bayinya hanya karena kurangnya jalinan komunikasi yang baik antara pasien dan bidan.

b. Periode “Taking Hold”

  1. Periode ini berlangsung pada hari ke 2-4 post partum.
  2. Ibu menjadi perhatian pada kemampuannya menjadi orang tua yang sukses dan meningkatkan tanggung jawabterhadap bayi.
  3. Ibu berkonsentrasi pada pengontrolan fungsi tubuhnya, BAB, BAK, serta kekuatan dan ketahanan tubuhnya.
  4. Ibu berusaha keras untuk menguasai keterampilan perawatan bayi, misalnya menggendong, memandikan, memasang popok, dan sebagainya.
  5. Pada masa ini, ibu biasanya agak sensitif dan merasa tidak mahir dalam melakukan hal-hal tersebut.
  6. Pada tahan ini bidan, bidan arus tanggap terhadap kemungkinan perubahan yang terjadi.
  7. Tahan ini merupakan waktu yang tepat bagi bidan untuk memberikan bimbingan cara perawatan bayi, namun harus selalu diperhatikan teknik bimbingannya, jangan sampai menyinggung perassaan atau membuat perasaan ibu tidak nyaman karena ia sangat sensitif. Hindari kata “jangan begitu” atau “kalau kayak gitu salah” pada ibu karena hal itu akan sangat menyakiti perasaannya dan akibatnya ibu akan putus asa untuk mengikuti bimbingan yang bidan berikan.

c. Periode “Letting Go”

  1. Periode ini biasanya terjadi setelah ibu pulang ke rumah. Periode ini pun sangat berpengaruh terhadap waktu dan perhatian yang diberikan oleh keluarga.
  2. Ibu mengambil tanggung jawab terhadap perawatan bayi dan ia harus beradaptasi dengan segala kebutuhan bayi yang sangat tergantung padanya. Hal ini menyebabkan berkurangnya hak ibu, kebebasan, dan hubungan sosial.
  3. Depresi post partum umunya terjadi pada periode ini

Faktor-faktor yang mempengaruhi suksesnya masa transisi ke masa menjadi orang tua pada saat post partum, antara lain:

  1. Respon dan dukungan keluarga dan teman

Bagi ibu post partum, apalagi pada ibu yang baru pertama kali melahirkan akan sangat membutuhkan dukungan orang-orang terdekatnya karena ia belum sepenuhnya berada pada kondisi stabil, baik fisik maupun psikologisnya. Ia masih sangat asing dengan perubahan peran barunya yang begitu dantastis terjadi dalam waktu yang begitu cepat, yaitu peran sebagai seorang “ibu” . Dengan respon positif dari lingkungan, akan mempercepat proses adaptasi peran ini sehingga akan memudahkan bagi bidan untuk memberikan asuhan yang sehat.

  1. Hubungan dari pengalaman melahirkan terhadap harapan dan aspirasi

Hal yang dialami oleh ibu ketika melahirkan akan sangat mewarnai alam perasaannya terhadap perannya sebagai ibu. Ia akhirnya menjadi tahu bahwa begitu beratnya bayinya dan hal tersebut akan memperkaya pengalaman hidupnya untuk lebih dewasa. Banyak kasus terjadi, setelah seorang ibu melahirkan anaknya yang pertama, ia akan bertekad untuk lebih meningkatkan kualitas hubungannya dengan ibunya.

  1. Pengalaman melahirkan dan membesarkan anak yang lalu

Walaupun kali ini adalah bukan lagi pengalamannya yang pertama melahirkan bayinya, namun kebutuhan untuk mendapatkan dukungan positif dari lingkungannya tidak berbeda dengan ibu yang baru melahirkan anak pertama. Hanya perbedaannya adalah teknik penyampaian dukungan yag diberikan lebih kepada support  dan apresisasi dari keberhasilannya dalam melewati saat-saat sulit pada persalinannya yang lalu.

  1. Pengaruh budaya

Adanya adat-istiadat yang dianut oleh lingkungan dan keluarga sedikt banyak akan mempengaruhi keberhasilan ibu dalam melewati saat transisi ini. Apalagi jika hal yang tidak sinkron antara arahan dari tenaga kesehatan dengan budaya yang dianut. Dalam hal ini, bidan harus bijaksana dalam menyikapi, namun tidak mengurangi kualitas asuhan yang harus diberikan. Keterlibatan keluarga dari awal dalam menentukan bentuk asuhan dan perawatan yang harus diberikan pada ibu dan bayi akan memudahkan bidan dalam pemberian asuhan.

 BAB III
PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil penelitian dari Urbayatun (2010), ada hubungan negatif antara dukungan sosial dengan kecenderungan depresi postpartum pada ibu primipara, semakin tinggi tingkat dukungan sosial, maka semakin rendah kecenderungan depresi postpartum pada ibu primipara dan semakin rendah tingat dukungan sosial maka semakin tinggi tingkat kecenderungan depresi postpartum pada ibu primipara.

Adanya hubungan negatif antara kedua variabel dapat diterangkan sebagai berikut, pertama diantara faktor-faktor yang memicu terjadinya depresi postpartum adalah faktor dari luar (eksternal) maupun faktor dari dalam (kondisi psikologis) perempuan. Terjadinya depresi yang diakibatkan oleh stressor dari luar adalah gempa bumi. Seorang ibu yang mempunyai pengalaman merasakan kehebatan gempa tentu ikut menanggung derita yang dialami keluarganya.

Faktor psikologis memberi pengaruh besar pada wanita postpartum karena terjadi perubahan besar dalam hidupnya. Perubahan yang dialami menimbulkan kebingungan, ketakutan dan kekecewaan pada wanita postpartum. Tanpa adanya dukungan sosial wanita postpartum akan mengalami kesulitan dalam menghadapi masa-masa postpartum. Wanita postpartum merasa sendiri dan tidak ada yang mendukungnya dalam menghadapi masa postpartum, sehingga kebingungan, kekecewaan dan ketakutan wanita postpartum dapat meningkat. Sebaliknya wanita postpartum yang mendapatkan dukungan sosial dari lingkungan akan lebih mudah menghadapi masa pasca kelahiran. Wanita postpartum merasa ditemani dalam menghadapi masa pasca melahirkan sehingga keadaan ini dapat mengurangi tekanan yang timbul pada masa pasca kelahiran.

Dukungan sosial memberi pengaruh dalam mengurangi depresi yang dihadapi wanita pada masa postpartum. Wanita yang merasa dihargai, diperhatikan, dan dicintai oleh keluarganya tentunya tidak akan merasa dirinya kurang bergharga, sehingga salah satu ciri dari seseorang menderita depresi dapat dihambat. Wanita yang kurang mendapatkan dukungan sosial tentunya akan lebih mudah merasa dirinya tidak berharga dan kurang dikperhatikan oleh keluarga, sehingga wanita yang kurang mendapatkan dukungan sosial pada masa postpartum lebih mudah mengalami depresi.

Bagi keluarga terutama suami dan lingkungan sekitarnya hasil penelitian menunjukkan dukungan sosial berkategori sangat tinggi sehingga perlu dipertahankan pada masa yang akan datang karena dukungan sosial yang  tinggi lebih menekan angka depresi postpartum pada ibu primipara.

Faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi kecenderungan depresi postpartum pada ibu primipara antara lain: faktor kontitusional, faktor fisik, faktor psikologis, ataupun faktor psikososial lainnya. 

BAB IV
PENUTUP

  1. KESIMPULAN
  • Masa nifas (Puerperium) dimulai setelah kelahiran plasenta dan berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil yang berlangsung selama kira-kira 6 minggu, atau masa nifas adalah masa yang dimulai dari beberapa jam setelah lahir plasenta sampai 6 minggu berikutnya.
  • Depresi postpartum mungkin saja berkembang menjadi postpartum psikoksis, walaupun jarang terjadi. Hal tersebut merupakan penyakit yang sangat serius dan semua gejala depresi postpartum dialami oleh mereka yang menderita postpartum psikoksis serta bisa sampai melukai diri sendiri, bahkan membunuh anak-anaknya.
  • Dukungan sosial memberi pengaruh dalam mengurangi depresi yang dihadapi wanita pada masa postpartum. Wanita yang merasa dihargai, diperhatikan, dan dicintai oleh keluarganya tentunya tidak akan merasa dirinya kurang bergharga, sehingga salah satu ciri dari seseorang menderita depresi dapat dihambat. Wanita yang kurang mendapatkan dukungan sosial tentunya akan lebih mudah merasa dirinya tidak berharga dan kurang dikperhatikan oleh keluarga, sehingga wanita yang kurang mendapatkan dukungan sosial pada masa postpartum lebih mudah mengalami depresi.
  • Semakin tinggi tingkat dukungan sosial, maka semakin rendah kecenderungan depresi postpartum pada ibu primipara dan semakin rendah tingat dukungan sosial maka semakin tinggi tingkat kecenderungan depresi postpartum pada ibu primipara.

 REFERENSI

Armini Wayan. 29 Oktober 2012. Hand Out Perubahan Psikologi Masa Nifas dan Menyusui. Diakses di midwifescience.wordpress.com pada tanggal 25 Oktober 2013

Bahiyatun. 2008. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Nifas Normal. Jakarta: EGC

Saleha Siti. 2009. Asuhan Kebidanan pada Masa Nifas. Jakarta: Penerbit salemba Medika

Urbayatun Siti. 2 agustus 2010. “Dukungan Soaial dan Kecenderungan Depresi Postpartum pada Ibu Primipara di daerah Gempa Bantul”. Humanitas.Vol. VII No2.